Rabu, 25 November 2009

Kesalahan Tertinggi


Kesalahan tertinggi?
Dalam kehidupan? Saya kaitkan dengan komitmen yang bisa diartikan memegang teguh dan sembada dengan apa yang sudah kita putuskan. Komitmen berarti konsekuen terhadap tanggung jawab yang melekat dalam sebuah realitas yang ingin kita wujudkan dalam diri sebagai pribadi, social dan transedental. Kaitan dengan ketiga elemen tersebut, komitmen berdiri sejajar. Satu efek yang sama akan timbul bila kita melecutkan satu aksi terhadap komitmen itu. Bila, kita teguh dan menjalankan satu keputusan dengan penuh komitmen, pribadi akan tenang dan hati rasanya puas, terlepas dari hasilnya bagaimana; sesuatu yang dijalani secara serius, dengan upaya maksimal, tentu akan menenangkan hati, tentang hasilnya Sungguh hanya kuasa Tuhan yang memilikinya. Meskipun Tuhan berjanji akan memberikan anugerah bagi siapa saja hamba yang mau bersungguh-sungguh. Bagian ini juga menjawab aspek transcendental. Secara sosial, komitmen yang tinggi akan menjadikan orang lain percaya. Mereka tidak akan ragu bila memberikan amanah, karena yakin diri kita akan mengemban dan menjalankannya dengan sungguh-sungguh.
Maka kesalahan tertinggi adalah wujud kontras dari penggambaran tadi. Komitmen yang diabaikan. Kita sepakat bahwa komitmen mengandung makna menjalani kewajiban dari keputusan secara tanggung jawab dengan mengerahkan kompetensi yang ada demi terpenuhinya syarat dan kewajiban yang tersimpan di balik satu keputusan. Tanggung jawab sangat mungkin mengandung konsekuensi yang inheren terhadap kompetensi. Artinya, kita menjalankan satu tugas secara baik dari waktu permulaan hingga titik akhirnya. Dan dalam proses itu, kita menyediakan kompetensi yang relevan dan memang dibutuhkan sebagai syarat keberhasilan satu tugas. Dengan demikian, bila satu keputusan yang diambil ternyata sebenarnya kurang relevan dengan kompetensi yang ada pada diri, maka sebelum tugas itu dijalankan kita harus membekali diri dengan segala daya agar kita memenuhi “fit and proper test” dalam hal kompetensi. Kompetensi yang memadai juga tidak menjamin keberhasilan satu tugas, tanpa dibarengi dengan tanggung jawab. Kompetensi yang ada hanya akan sia-sia, karena si pengembang tugas tidak sempat mengimplementasikannya.
Maka ujungnya adalah bencana. Sistem menjadi kacau, tampak tidak lebih dari formalitas luar yang tanpa isi. Ujungnya, saya yakin ada pemberontakan-pemberontakan bukan dari pihak lain, tetapi dalam diri sendiri. Nurani terkurung resah, kita berdiri tanpa bisa melihat horizon, hanya menunduk, merutuki kegagalan dan kesalahan yang mestinya tidak terjadi. Orang lain akan kehilangan kepercayaan dan enggan untuk menjalin koneksi dengan kita, karena takut relasi yang ada hanya melecutkan bencana. Tuhan adalah pihak yang maha Tahu di mana tiada apapun yang bisa kita sembunyikan dariNya. Dan kita dalam segala aspek diri tidak lain adalah khalifah, para pengemban amanah, yang artinya konsekuensi dari komitmen yang terabaikan tidak lain adalah murkaNya. Maka kesalahan tertinggi adalah komitmen yang diabaikan baik sebagai diri, social maupun transendental.

1 komentar:

  1. Jika aku menemukan bahwa ternyata "kesalahan" itu tidak cukup etis untuk saya sejajarkan dengan "tertinggi" maka bagaimanakah nasib dari "kesalahan tertinggi"?

    BalasHapus