Senin, 14 Desember 2009

Pangkal dan Ujung - Part1

Bertemunya Pangkal dan Ujung
Bila hidup atau waktu kita pandang sebagai realitas yang siklusif atau sirkular, maka kita akan segera temukan pangkal dan ujung itu bertemu. Filsafat Timur memandang waktu sebagai sesuatu yang siklusif dan sirkular seperti tampak dari metafora-metafora budaya yang berlaku, misalnya “alon-alon asal kelakon” atau ujaran seperti “masih ada hari esok,” atau olok-olok, “kaya ra ana dina meneh.” Artinya mereka berpandangan bahwa waktu itu berjalan memutar sebagaimana penampakan matahari yang menandai waktu-waktu dalam kehidupan. Maka ujung dan pangkal dalam perspektif filosofis itu, adalah akhir dari siklus yang sekaligus menjadi titik awalnya, yakni saat seseorang bangun di pagi hari sebagai langkah untuk mengawali kegiatan hari itu, sekaligus akhir dari penutup aktivitas di hari sebelumnya.
Tentu, akan sangat berbeda dengan pandangan waktu dan hidup sebagai sesuatu yang linear; dengan keyakinan bahwa tiap detik yang berjalan dalam kehidupan tidak akan pernah sama, sehingga ada semangat untuk mengisi tiap detik itu dengan sesuatu yang berfungsi guna. Dengan demikian filsafat Barat sangat serupa dengan semangat waktu yang menggelegak dari pemikiran Islam dengan “Demi Masanya.” Metafora “hari ini harus lebih baik dari hari kemarin” adalah perwujudan yang jelas landasan pemikiran yang berkeyakinan bahwa realitas adalah sesuatu yang linear dan senantiasa berubah.

2 komentar:

  1. Aku masih ingin bertanya ada apa kiranya antara pangkal dan ujung?

    BalasHapus
  2. Yups! pernah aku menulis bahwa ujung dan pangkal hanyalah kategori yang ditarik dari satu sudut pandang. Aku yakin jawabnya tidak ada...bila demikian pertemuan itu adalah sebuah keniscayaan...

    BalasHapus